Selasa, 05 Maret 2019

sistem pengapian ECU/

Sistem Pengapian Terkontrol Komputer

1. Pendahuluan

Sistem pengapian terkontrol komputer merupakan sistem pengapian yang ada pada engine yang sudah menggunakan sistem bahan bakar injeksi (EFI). Pengontrolan pengapian dilakukan oleh komputer (electronic control unit) yang juga sebagai pengontrol sistem penginjeksian bahan bakar. Pengontrolan ini terutama pada sistem pemajuan / pemunduran saat pengapian (ignition timing) yang disesuaikan dengan kondisi kerja engine. Pada sistem pengapian yang dikontrol komputer, engine dilayani dengan sistem pengapian yang sangat mendekati karakteristik saat pengapian yang ideal. Komputer unit menentukan saat pengapian berdasarkan masukan-masukan dari sensor dan memori internalnya yang memiliki data saat pengapian yang optimal untuk setiap kondisi putaran engine.




Setelah menentukan saat pengapian, komputer unit memberikan sinyal saat pengapian ke igniter. Bila sinyal tersebut dalam posisi OFF, igniter akan memutus aliran arus primer koil dengan cepat sehingga terjadi tegangan tinggi pada kumparan sekunder. Sistem pengapian terkontrol komputer terbagi menjadi beberapa kategori dasar, yaitu :

1) sistem pengapian dengan distributor,
2) sistem pengapian tanpa distributor / distributorless ignition system (DLI),
3) sistem pengapian langsung / direct ignition system (DIS). 

Komponen utama sistem pengapian terkontrol komputer terdiri dari 1) sensor poros engkol (sinyal Ne), 2) sensor poros nok (sinyal G), 3) igniter, 4) koil, kabel-kabel, dan busi, 4) Komputer (ECM) dan input-inputnya. Diagram blok dari sistem pengapian terkontrol komputer / electronic spark advance (ESA) adalah sebagai berikut.

Gambar Diagram Blok Sistem Pengapian ESA


Distributor pada gambar di atas diberi garis putus-putus berarti distributor pada sistem tersebut bisa tidak ada. Bila tidak terdapat distributor, maka sistem tersebut termasuk pada sistem pengapian DLI, sedangkan jika ada distributor maka sistem tersebut sistem pengapian ESA dengan menggunakan distributor.











Gambar Penyederhanaan Sistem Pengapian ESA


Sinyal IGT digunakan untuk mengatur aliran arus primer koil melalui ECM (electronic control module) atau ECU (electronik control unit). Sinyal IGT adalah suatu tegangan untuk meng-on dan off –kan transistor utama (power transistor) di dalam igniter. Bila sinyal IGT masuk ke ignitier, sinyal tersebut menyebabkan power transistor menjadi ON sehingga arus dari baterai mengalir ke kumpara primer koil kemudian ke massa yang mengakibatnya timbul kemagnetan pada koil. Bila tegangan IGT menjadi 0V, transistor dalam igniter menjadi off sehingga arus primer terputus yang menyebabkan medan magnet pada koil hilang dengan cepat. Akibatnya, pada kumparan sekunder timbul tegangan tinggi yang kemudian di salurkan ke busi. Sinyal IGF digunakan oleh ECM untuk untuk menentukan apakah sistem pengapian bekerja atau tidak. Berdasarkan sinyal IGF, ECM akan tetap memberikan arus ke pompa bahan bakar dan injektor.













Bagian-bagian dalam igniter


Igniter merupakan komponen sistem pengapian yang langsung menerima perintah dari komputer (ECM) melalui sinyal IGT untuk melakukan pengapian. Fungsi utama igniter adalah untuk memutus dan menghubungkan arus primer koil berdasarkan sinyal IGT, namun ada beberapa fungsi lainnya dari igniter, yaitu sebagai 1) unit pembangkit sinyal konfirmasi pengapian (IGF), 2) dwell angle control, yang berfungsi untuk mengontrol lamanya power transistor ON atau lamanya arus primer mengalir, 3) lock prevention circuit, rangkaian yang
berfungsi untuk mematikan transistor jika arus mengalir ke kumparan primer koil dalam waktu yang lama, 4) over voltage prevention circuit, rangkaian yang berfungsi untuk mematikan transistor jika tegangan power supply terlalu tinggi, 5) current limiting control, rangkaian yang dapat menjamin arus primer yang konstan setiap saat baik pada putaran rendah maupun tinggi sehingga tegangan sekunder selalu tinggi, 6) tachometer signal.


Sinyal Ne dan sinya G merupakan sinyal putaran poros engkol poros nok. Meskipun ada perbedaan pada sistem pengapian, penggunaan sinyal Ne dan G konsisten atau sama. Sinyal Ne menunjukkan posisi poros engkol dan putaran engine. Sinyal G (juga disebut sinyal VVT) memberikan identifikasi posisi tiap silinder. Dengan membandingkan sinyal G dan sinyal Ne ECM mampu mengidentifikasi silinder yang sedang melakukan langkah kompresi. Hal ini

diperlukan untuk menghitung sudut poros engkol (sudut saat pengapian), saat sistem pengapian bekerja. Pengaturan maju mundurnya saat pengapian dilakukan dengan mengatur sinyal IGT oleh ECU.











Gambar pemajuan sinyal IGT


Sinyal IGT merupakan sinyal untuk mengaktifkan igniter sehingga koil dapat bekerja menghhasilkan tegangan tinggi. Oleh karena itu, memajukan atau memundurkan saat pengapian dilakukan dengan mempercepat atau memperlambat sinyal IGT ke igniter. Dengan berubahnya saat pemberian sinyal IGT, maka tegangan tinggi koil untuk menghasilkan percikan api dari busi juga menjadi maju atau mundur. ECM menghitung dan menetapkan sinyal IGT berdasarkan mode dan kondisi kerja engine. Pemberian sinyal IGT didasarkan
terutama pada sinyal sensor posisi poros engkol, sinyal sensor posisi poros nok, beban engine, temperatur, sensor knock, dll. Secara global kontrol saat pengapian terbagi menjadi dua, yaitu 1) kontrol pengapian saat engine di start, dan 2) kontrol pengapian setelah start.



Kontrol pengapian saat start adalah saat pengapian yang diset pada waktu yang tetap tanpa memperhatikan kondisi kerja engine dan disebut initial timing angle (5 – 100 sebelum TMA). Kontrol saat pengapian setelah start di dalamnnya meliputi 1) kontrol pengapian saat engine di start, 2) sudut pengajuan pengapian dasar (basic ignition advence angle), dan 3) kontrol pemajuan pengapian korektif (didasarkan pada warm up correction, over temperature correction, stable idling corection, EGR correction, AFR feedback correction, knocking correction, torque control correction, other correctionn, maximum and minimum advance angle
control).



2. Elelectronic Spark Adavance (ESA) dengan Distributor

Sistem pengapian ini masih menggunakan distributor untuk membagikan tegangan tinggi dari koil ke tiap busi sesuai dengan urutan penyalaannya (FO = firing order). Distributor memberikan masukan kepada ECM melalui sinyal Ne dan G. berdasarkan masukan itu, ECM mengolahnya dan memberikan input kepada igniter untuk melakukan pengapian. Pengaturan pembagian tegangan tinggi sepenuhnya dilakukan oleh distributor, pengaturan saat pengapian dilakukan oleh ECM dengan mengatur sinyal IGT yang masuk ke igniter.













SIstem pengapian ESA dengan distributor



3. Pengapian Tanpa Distributor / Distributorless Ignition System (DLI)
Sistem pengapian ini adalah system pengapian ESA yang sudah tidak menggunakan distributor. Dengan menghilangkan distributor, akan meningkatkan reliabilitas system pengapian dengan mengurangi sejuml untukah komponen mekanik. Keuntungan lainnya adalah: 

1) lebih banyak waktu untuk koil dalam menghasilkan medan magnet yang cukup untuk menghasilkan bunga api untuk membakar campuran udara bahan bakar di dalam silinder sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya missfiringi,
2) koil pengapian dapat ditempatkan pada atau dekat dengan busi sehingga mengurangi interferensi listrik dan meningkatkan reliabilitasnya, 
3) saat pengapian dapat dikontrol dengan range yang lebih lebar karena tidak ada lagi rotor pada distributor yang dapat menyebabkan salah pengapian ke silinder yang lain.















Gambar sekema sistem pengapian DLI 4 silinder


Berdasarkan skema di atas, ECM memberikan sinyal IGT ke power transistor yang ada pada igniter dan tiap transistor akan memutus dan mengalirkan arus primer koil untuk menghasilkan percikan api pada busi. Pada sistem ini satu koil melayani dua busi yang akan menyala secara bersamaan. Percikan api busi yang bersamaan ini terjadi pada dua silinder pada proses yang berbeda, satu busi memercik pada saat akhir langkah kompresi, dan busi
pasangannya memercik pada saat langkah buang. Pemberian sinyal IGT seperti sudah dijelaskan sebelumnya, tentu saja berdasarkan masukan dari sensor-sensor.


















Gambar sekema sistem pengapian DLI 6 silinder



Gambar di atas adalah sistem pengapian DLI model indutive storage. Pada model pengapian CDI (gambar di bawah), DC to DC converter tetap berdiri sendiri sebagai penghasil tegangan tinggi untuk mengisi kapasitor. Kapasitor terletak setelah DC to DC converter dan terhubung langsung dengan salah satu ujung kumparan primer koil. Thyristor terpasang pada ujung lain kumparan primer koil. Kaki G dari thyristor terhubung dengan salah satu output microprocessor. Pulsa untuk mengaktifkan thyristor diperoleh dari crankshaft angle sensor yang kemudian dikuatkan dan diolah di dalam microprocessor untuk selanjutkan sinyal
tersebut keluar melalui R1 atau R’1 untuk mengaktifkan thyristor.
















Gambar sistem pengapian CDI dikontrol komputer



Gambar di atas merupakan rangkaian sistem pengapian CDI yang saat pengapiannya (ignition timing) dikendalikan oleh microprocessor berdasarkan sensor-sensor operasi engine. Sistem di atas termasuk dalam tipe pengapian distributorless ignition system (DLI) dengan satu koil untuk melayani dua busi. Pemberian sinyal melalui R1 atau R’1 untuk mengaktifkan thyristor diatur oleh microprocessor berdasarkan sensor posisi poros engkol sehingga saat penyalaan akan selalu tepat sesuai dengan kondisi operasi engine.




4. Sistem Pengapian Langsung / Direct Ignition System (DIS)
Sistem pengapian langsung (DIS) memiliki koil yang terpasang langsung pada busi. Sistem pengapian DIS dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu 1) independent ignition, satu koil tiap silinder, dan 2) simultaneous ignition, satu koil untuk dua silinder. Pada model yang kedua, sebuah koil dipasangkan pada satu busi dan sebuah kabel tegangan tinggi dipasangkan pada busi lainnya. Loncatan bunga api terjadi pada kedua silinder secara bersamaan. 



Gambar di bawah ini memperlihatkan skema sistem pengapian DIS model independen. ECM memberikan sinyal IGT sejumlah silinder dan masing-masing sinyal IGT digunakan untuk mengaktifkan tiap transistor yang ada pada igniter sesuai dengan FO-nya.Transistor ini berfungsi untuk memutus dan mengalirkan arus primer masing-masing koil. Pengaturan sinyal IGT pada sistem pengapian ini juga tetap berdasarkan masukan sensor-sensor ke ECM.


















Gambar sekema DIS model independen



5. i-DSI (Intelegent Double Sequential Ignition)
Sistem pengapian iDSI menggunakan dua busi untuk tiap silinder. Kedua busi itu manyala secara berurutan atau bersamaan tergantung dari kondisi kerja engine. Sistem dapat mengoptimalkan saat pengapian tiap busi berdasarkan pada putaran dan beban engine. Pembakaran yang intensif pada semua putaran engine tidak hanya mengotrol knocking tetapi memungkinkan juga penggunaan rasio kompresi yang lebih tinggi untuk mencapai output yang lebih tinggi dengann konsumsi bahan bakar yang lebih kecil dibandingkan dengan engine
konvensional.



Keuntungan sistem ini adalah pembakaran yang lebih intensif, menggunakan dua busi yang dipasang secara diagonal berlawanan satu sama lain, sangat kompak, ruang bakar yang high-swirl. Setiap pasang busi memercikan api secara sekuensial dengan interval antara keduannya tergantung pada putaran dan beban engine. Busi yang terletak dekat saluran masuk menyala lebih dulu kemudian saat api merambat / propagasi, busi yang dekat pipa buang (exhaust) menyala (sebelum TMA). Api berekspasi dengan cepat ke seluruh bagian untuk menghasilkan pembakaran yang komplit. Hal ini menghasilkan pembakaran yang lebih cepat dan tekanan silinder yang lebih tinggi yang memberikan output engine yang tinggi.



Pemrograman peta saat pengapian menghasilkan keseimbangan antara keekonomisan dengan power output. Pada pembukaan throttle yang besar (putaran sekitar 2600 rpm) pengapian di sisi saluran masuk (intake) dimajukan dan di sisi exhaust sedikit dimundurkan. Pada kecepatan tinggi pengapian hamper bersamaan untuk mencapai output yang optimum. Di bawah ini adalah perubahan saat pengapian dan penyalaan tiap busi pada beberapa tingkat putaran engine.




Gambar Perubahan saat penyalaan busi pada beberapa putaran engine

CARA PANDUAN PENYUSUNAN LAPORAN PKL

BERIKUT CONTOH CARA MEMBUAT LAPORAN PERAKTIK KERJA LAPANGAN(PKL)


PANDUAN PENYUSUNAN LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(PKL)


 



DISUSUN OLEH:
POKJA PKL



SMK KORPRI MAJALENGKA
Jalan Raya Tonjong – Pinangraja KM. 1 Majalengka
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Laporan Praktik Kerja Lapangan merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan setelah Siswa/Siswi melaksanakan praktik kerja di Industri atau lembaga yang telah di tunjuk. Ketentuan umum penulisan laporan, sistematika, dan teknik notasi dibuat agar dapat dijadikan pedoman dalam penulisan laporan. Pedoman laporan diperlukan untuk dapat digunakan oleh civitas sekolah, baik guru maupun Siswa/Siswi. Dengan demikian, penyusunannya akan sejalan dengan rambu, baik mengenal substansi, bahasa, maupun format penulisan.
Penulisan pedoman laporan ini melalui proses yang panjang, mulai dari penyusunan draft atau rancangan, pembahasan, perbaikan, dan penyelesaian. Proses ini dilakukan agar pedoman laporan ini memiliki tingkat kesalahan yang minimal. Meskipun begitu, kami menyadari bahwa pedoman laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dalam perkembangan selanjutnya akan disesuaikan dengan perkembangan dan dinamika kebutuhan praktik. Pada masa- masa mendatang masih dimungkinkan untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. Dengan terbitnya buku laporan ini, semoga dapat menjadi acuan civitas sekolah dalam menulis laporan praktik kerja lapangan.


Majalengka,  September 2018
Tim Penyusun,
PANDUAN PENYUSUNAN

A.     Pengertian
Laporan praktik kerja lapangan termasuk ke dalam laporan kegiatan. Laporan kegiatan adalah penyajian fakta berbentuk kegiatan atau aktivitas yang telah dilaksanakan. Dalam laporan kegiatan atau khususnya laporan praktik kerja harus terdapat empat faktor, yakni: Adanya Kegiatan Atau Aktivitas, Nama Jenis kegiatan, waktu dan tempat kegiatan, serta pelaksanaan kegiatan.
B.     Tujuan
Pembuatan laporan oleh siswa bertujuan untuk mengembangkan bakat dan keterampilan dalam melaksanakan dan mengelola penelitian. Selain itu, siswa dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi.
C.     Komponen Laporan
Sebuah Laporan Praktik Kerja Lapangan memuat hal-hal sebagai berikut :
1.      Halaman Sampul
2.      Lembar Pengesahan
3.      Kata Pengantar
4.      Daftar Isi
5.      Pendahuluan
6.      Proses Pelaksanaan
7.      Hasil yang dicapai
8.      Penutup
9.      Lampiran-lampiran

D.     Sistematika Penulisan
1.      Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang praktik kerja lapangan, maksud praktik kerja lapangan, tujuan praktik kerja lapangan, dan manfaat praktik kerja lapangan dengan pengertian berikut ini.
1.1    Latar Belakang berisi alasan rasional dilaksanakannya PKL dan dipilihnya DU/DI oleh para peserta sebagai tempat Praktik Kerja Lapangan.
1.2    Maksud Praktik Kerja Lapangan berisi penjelasan secara argumentasi bagaimana penelitian sampai pada keputusan untuk melakukan praktik (sesuai dengan topik yang tertera dalam judul praktik).
1.3    Tujuan Praktik Kerja Lapangan berupa pernyataan tentang target/capaian Praktik Kerja Lapangan (PKL).
1.4    Manfaat Praktik Kerja Lapangan (PKL) berisi penjelasan tentang kegunaan atau manfaat hasil PKL bagi pihak tertentu, baik yang teoritis maupun praktis.
1.5     Waktu dan Tempat Pelaksanaan
1.5.1 Waktu Pelaksanaan menjelaskan waktu yang berkaitan dengan pembagian waktu, hari, tanggal, bulan, dan tahun pelaksanaan PKL.
1.5.2 Tempat Pelaksanaan menjelaskan alamat lengkap dan jelas dari tempat pelaksanaan PKL.



2.      Bab II Profil DU/DI
Bab ini berisi gambaran singkat tentang keadaan DU/DI secara umum yang meliputi:
2.1    Gambaran Umum DU/DI
Merupakan penjelasan umum mengenai DU/DI berupa awal berdirinya, visi-misi, tujuan berdiri, ataupun penjelasan lainnya yang menunjukkan keberadaan DU/DI.
2.2  Struktur Organisasi DU/DI
Menyertakan gambar struktur organisasi DU/DI. Tidak diperkenankan berupa gambar photo dari diagram yang sudah ada di DU/DI, tetapi dibuat manual pada aplikasi pengolah kata.
2.3  Bidang Kegiatan
Menjelaskan tentang aktivitas yang dilaksanakan DU/DI untuk mencapai tujuan. Kegiatan yang dimaksud bukan merupakan kegiatan siswa ketika PKL, tetapi kegiatan yang ada di DU/DI.
2.4  Inventarisasi Peralatan DU/DI
Pendataan terhadap rincian jumlah dan spesifikasi peralatan yang dimiliki dan digunakan DU/DI dalam melaksanakan kegiatan.
3.      Bab III Hasil yang Dicapai
Bab ini berisi tentang pencapaian kompetensi siswa selama melaksanakan PKL
3.1         Standar Kompetensi Ideal
Berupa uraian tentang kompetensi yang telah ditentukan untuk pencapaian hasil sebagai acuan pelaksanaan kegiatan selama PKL.
3.2         Kompetensi yang Diperoleh di DU/DI
Menjelaskan tentang kompetensi apa saja yang diperoleh selama pelaksanaan kegiatan PKL dengan mengacu kepada standar kompetensi yang telah ditentukan.
3.3         Prosedur Operasional Standar
Merupakan penjelasan tentang kegiatan PKL yang berhubungan dengan Standar Kompetensi Keahlian yang dituangkan berupa urutan langkah yang sesuai dengan Prosedur Operasional Standar (POS).
3.4         Faktor Pendukung
Bagian ini menjelaskan tentang unsur-unsur pendukung pelaksanaan PKL yang dirasakan peserta PKL dengan mengacu pada Kompetensi yang Diperoleh di DU/DI.
3.5        Faktor Penghambat
Membahas tentang unsur-unsur yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan PKL mengacu pada Kompetensi yang Diperoleh di DU/DI.
3.6        Upaya Penanggulangan Masalah
Berisi tentang kesimpulan unsur pendukung yang kemudian menjadi solusi untuk menangani unsur penghambat.
3.7        Pengembangan/Tindak Lanjut
Merupakan penjelasan tentang pelaksanaan penanggulangan permasalahan secara rinci.
4.      Bab IV Penutup
Bagian ini terdiri dari kesimpulan dan saran atau rekomendasi. Hal Tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
4.1         Simpulan memuat butir-butir penting temuan praktik, penyajian kesimpulan ini harus disusun menurut jumlah dan urutan masalah. Fakta-fakta penting, misalnya angka-angka, dapat disebutkan kembali pada bagian ini dengan tetap menjaga keringkasan dan kelugasan penyajian.
4.2         Saran yang disampaikan penulis harus dirumuskan secara konkret dan operasional serta berhubungan dengan permasalahan praktik. Saran-saran juga dapat diajukan untuk penyelenggaraan praktik lanjutan, baik yang bersifat pengulangan maupun praktik baru, dengan menyebutkan komponen yang perlu ditekankan dalam praktik lanjutan tersebut. Saran terdiri dari saran untuk siswa peserta PKL tahun berikutnya, saran untuk DU/DI dan saran untuk sekolah (SMK KORPRI Majalengka) dalam pelaksanaan PKL.

E.     Tata Cara Penulisan
Dalam daftar isi laporan, bagian-bagian awal dititik sebelumnya dengan kapital tanpa nomor dan diurutkan sama dengan urutan berikut :
HALAMAN SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

1.      Halaman Sampul
Halaman sampul sekurang-kurangnya memuat judul laporan, Identitas Penyusun, Identitas Lembaga (Sekolah).
Urutan Halaman Sampul harus mengikuti ketentuan berikut:
1)      Judul dicetak dengan menggunakan huruf kapital.
2)      Logo Sekolah
3)      Nama Penyusun, NIS, Kelas dan Kompetensi Keahlian
4)      Kop Sekolah
(contoh terlampir)
2.      Lembar Pengesahan
Lembar pengesahan harus mengikuti ketentuan berikut:
1)      Lembar pengesahan ditandatangani, oleh Pembimbing 1 dan Pembimbing 2, Kepala Kompetensi Keahlian, dan Kepala Sekolah.
2)      Tanda tangan di lembar pengesahan harus asli.
(contoh terlampir)
3.      Kata pengantar
Kata pengantar berisi uraian singkat yang menarik dan mengantar pembaca kepada isi laporan. Kata pengantar tidak identik dengan kata syukur dan ungkapan terima kasih. Panjang kata pengantar sekitar satu sampai dua halaman.
Ungkapan terima kasih berisi pernyataan syukur kepada Allah, dan terima kasih yang ditujukan kepada orang-orang, lembaga, dan pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL). Terima kasih dapat juga ditujukan kepada pihak-pihak yang  berpengaruh dalam pelaksanaan PKL. Ungkapan terima kasih ini tidak lebih dari setengah halaman maka disatukan dengan kata pengantar.
4.      Daftar Isi
Daftar Isi mengurutkan seluruh judul dan sub-judul yang ada di dalam laporan, baik judul dari bagian awal inti, juga akhir yang disertai dengan nomor halaman masing-masing judul ada sub judul. (contoh terlampir)
Lampiran – lampiran
Lampiran berisi :
1.      Denah tempat kerja.
2.      Foto kegiatan (terdapat siswa peserta PKL).
3.      Lembar bimbingan.
4.      Jurnal PKL.




Berikut merupakan ketentuan penulisan laporan:
1.      Perwajahan
Perwajahan adalah tata letak macam-macam karangan ilmiah, tata aturan penulisan dan unsur-unsur tempat yang dilakukan dengan estetika tulisan. Perwajahan mencakup:
a.       Kertas
Kertas yang digunakan untuk mengetik laporan adalah kertas A4 70 Gram.
b.      Ukuran Dan Jenis Huruf
Ukuran huruf yang dipakai adalah 12 dan Jenis Huruf (Times New Roman).
c.       Margin/Pias
Margin/Pias adalah bagian kertas yang dikosongkan pada sisi kiri, kanan, atas, dan bawah. Ukuran Pias kiri 4 cm, pias kanan 3 cm, pias atas 4 cm, pias bawah 3 cm.
Lihat Format berikut:
4 cm
4 cm
3 cm
3 cm
             
d.      Mengatur Jarak baris/Spasi Paragraf ketikkan
Jarak antar baris laporan yaitu satu setengah spasi (1,5 line). Tipe pengetikan satu spasi terbatas pada beberapa penggunaan saja, yakni: kutipan langsung dan daftar isi. Pengetikan tiga spasi digunakan hanya untuk judul bab dengan baris pertama bab tersebut, dan sub bab dengan baris di atas dan di bawah nya. Jumlah baris tiap halaman dengan pengetikan spasi ganda.
e.       Indeksi/sela ketukan
Tidak semua uraian teks dimulai dari baris tepi kiri ruang ketikkan. Untuk penulisan baris pertama dari suatu alinea menjorok ke dalam (indensi) sebanyak lima ketukan huruf (first line by 1 cm) secara konsisten.
2.      Penomoran dan letaknya
Penomoran yang digunakan dalam laporan adalah dengan angka Romawi (kecil dan besar) dan angka arab. Angka Romawi kecil (i, ii, iii, iv, dst.) dipakai untuk memberikan nomor halaman judul, kata pengantar, daftar isi. Angka-angka Romawi besar (I, II, III, IV, dst.) digunakan untuk mengkaji tajuk bab: pendahuluan, data, analisis data, atau simpulan dan saran. Letak nomor angka Romawi besar mengikuti kata BAB V pada tajuk bab tersebut. Jenis angka dan peletakan nomor halaman untuk pengetikan laporan adalah sebagai berikut :
1)      Untuk bagian awal (premillinary section) nomor halaman nya menggunakan angka Romawi kecil dan di tempatkan di tengah halaman bawah (bottom of page Centre).
2)      Untuk bagian tengah (body) dan bagian akhir nomor halamannya menggunakan angka arab (1, 2, 3, …Seterusnya) dan ditempatkan di tepi sebelah kanan atas.
3)      Nomor halaman judul laporan tidak dicantumkan tapi tetap di perhitungkan.
4)      Setiap halaman judul bab baru nomor halaman ditempatkan di tengah halaman bagian bawah (bottom of page and center).
Lihat format berikut:
Angka Arab (1, 2, 3, 4, 5, dst.) digunakan untuk memberikan nomor halaman-halaman naskah mulai bab Pendahuluan sampai dengan halaman terakhir serta untuk memberikan nomor nama-nama tabel, bagan, skema atau grafik.
Angka Arab pada setiap halaman bertajuk bab: pendahuluan, data analisis, anjuran, dan saran diletakkan pada bagian bawah-tajuk. Selain itu, angka Arab diletakkan pada sudut kanan atas, lihat contoh berikut.
Halaman bertajuk bab:
halaman berikutnya/halaman naskah:
3.      Nomor Bab dan subbab
Laporan terdiri atas beberapa bab. Suatu bab dapat terbagi atas beberapa subbab yang masing-masing merupakan suatu kelompok uraian. Kelompok-kelompok uraian tersebut masih merupakan suatu kesatuan pikiran yang utuh. Penomoran bab dan subbab ditetapkan sebagai berikut.
Bab      I, II, III, IV, V
Subbab                   1.1              1.2              1.3           dst.
Seksi    1.1.1           1.1.2           1.1.3           dst.
Subseksi                 1.1.1.1        1.1.1.2        1.1.1.3     dst.
Penomoran rincian ditetapkan dengan urutan sebagai berikut: 1., a., 1), a), (1), dan (a). sebagai contoh:
1.
a.
1)
a)
(1)
(a)
4.      Penulisan Bilangan
Pedoman Penulisan bilangan adalah sebagai berikut:
1)      Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambing bilangan dipakai secara beruntun seperti dalam perincian dan pemaparan.
2)      Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang dinyatakan dengan satu atau dua kata, tidak terdapat pada awal kalimat.
3)      Angka yang menunjukkan bilangan bulat yang besar dapat dieja (ditulis dengan huruf) sebagian supaya lebih mudah dibaca, misalnya Rp 100 Juta.
4)      Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks. Kecuali di dalam dokumen seperti akte atau kuitansi,

5.      Warna Sampul Laporan
Laporan harus dijilid rapi dengan sampul berwarna (warna disesuaikan dengan Kompetensi Keahlian) dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      Warna Merah untuk Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan (TP)
2.      Warna Biru untuk Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan (TKR)
3.      Warna Hijau untuk Kompetensi Keahlian Teknik Sepeda Motor (TSM)
4.      Warna Kuning untuk Kompetensi Keahlian Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ)
5.      Warna Pink untuk Kompetensi Keahlian Rekayasa Perangkat Lunak (RPL)



Contoh: 1.Halaman Sampul
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
DI ……………………………………


Diajukan untuk memenuhi
nilai PKL dan syarat menempuh US/UN




 



Disusun oleh:
NIS
Nama
Kelas

…………………
…………………
…………………

…………………
…………………
…………………

       Kompetensi Keahlian: Teknik …………





SMK KORPRI MAJALENGKA
TAHUN PELAJARAN 2018


Contoh: 2. Lembar Pengesahan
LEMBAR PENGESAHAN



LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
DI ……………………………………..


Telah disahkan :
Di                      :                                           
Tanggal             :                                           


                                                                                                                   
                Pembimbing 2                                                              Pembimbing 1

        …………………………….                                       ……………………………

Kepala Kompetensi Keahlian


                                                       …………………………….

Mengetahui:
Kepala SMK KORPRI Majalengka

Dra. Hj. Willy Willyawati, M.Pd.
NIP. 19690301 199702 2 003
Contoh: 3. Daftar Isi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2         Maksud Praktik Kerja Lapangan ...................................................................................... 1
1.3         Tujuan Praktik Kerja Lapangan ......................................................................................
1.4         Manfaat Praktik Kerja Lapangan ...................................................................................
1.5         Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
1.5.1    Waktu Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan ......................................................
1.5.2    Tempat Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
BAB II PROFIL DUNIA USAHA/DUNIA INDUSTRI
2.2     Gambaran Umum ...........................................................................................................
2.2     Struktur Organisasi Dunia Usaha/Dunia Industri ...........................................................
2.3     Bidang Kegiatan .............................................................................................................
2.4     Inventarisasi Peralatan DU/DI .......................................................................................
BAB III HASIL YANG DICAPAI ......................................................................................
3.1     Standar Kompetensi Ideal ..............................................................................................
3.2     Kompetensi yang Diperoleh di Dunia Usaha/Dunia Industri .........................................
3.3     Prosedur Operasional Standar ........................................................................................
3.4     Faktor Pendukung ..........................................................................................................
3.5     Faktor Penghambat .........................................................................................................
3.6     Upaya Penanggulangan Masalah ....................................................................................
3.7     Pengembangan/Tindak Lanjut ........................................................................................
BAB IV PENUTUP ...............................................................................................................
4.1         Simpulan .........................................................................................................................
4.2         Saran ...............................................................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN

sistem pengapian ECU/

Sistem Pengapian Terkontrol Komputer 1. Pendahuluan Sistem pengapian terkontrol komputer merupakan sistem pengapian yang  ada ...